18 Feb 2009

Bahasa Indonesia Diajarkan di 45 Negara

Walaupun yang paling efektif merubah citra adalah merubah realitas, namun peran budaya dan bahasa Indonesia dalam diplomasi sangat krusial. Tingginya minat orang asing belajar bahasa dan budaya Indonesia harus disambut positif. Kalau perlu Indonesia menambah Pusat Kebudayaan Indonesia di sejumlah negara, guna membangun saling pengertian dan perbaiki citra .

Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Departemen Luar Negeri Andri Hadi mengemukakan hal itu ketika tampil pada pleno Kongres IX Bahasa Indonesia, yang membahas Bahasa Indonesia sebagai Media Diplomasi dalam Membangun Citra Indonesia di Dunia Internasional, Rabu (29/10) di Jakarta.
"Saat ini ada 45 negara yang ada mengajarkan bahasa Indonesia, seperti Australia, Amerika, Kanada, Vietnam, dan banyak negara lainnya," katanya. Mengambil contoh Australia, Andri Hadi menjelaskan, di Australia bahasa Indonesia menjadi bahasa populer keempat. Ada sekitar 500 sekolah mengajarkan bahasa Indonesia. Bahkan, anak-anak kelas 6 sekolah dasar ada yang bisa berbahasa Indonesia.

Untuk kepentingan diplomasi dan menambah pengetahuan orang asing tentang bahasa Indonesia, menurut Dirjen Informasi dan Diplomasi Deplu ini, modul-modul bahasa Indonesia di internet perlu diadakan, sehingga orang bisa mengakses di mana saja dan kapan saja.

Di samping itu, keberadaan Pusat Kebudayaan Indonesia di sejumlah negara sangat membantu dan penting. Negara-negara asing gencar membangun pusat kebudayaannya, seperti China yang dalam tempo 2 tahun membangun lebih 100 pusat kebudayaan. Sedangkan bagi Indonesia untuk menambah dan membangun Pusat Kebudayaan terkendala anggaran dan sumber daya manusia yang andal.

Dalam sesi pleno sebelumnya, Kepala Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Dendy Sugono yang berbicara tentang Politik Kebahasaan di Indonesia untuk Membentuk Insan Indonesia yang Cerdas Kompetitif di atas Fondasi Peradaban Bangsa, mengatakan, tuntutan dunia kerja masa depan memerlukan insan yang cerdas, kreatif/inovatif, dan berdaya saing, baik lokal, nasional, maupun global.

Untuk memenuhi keperluan itu, sangat diperlukan keseimbangan penguasaan bahasa ibu (bahasa daerah), bahasa Indonesia, dan bahasa asing untuk mereka yang berdaya saing global, tandasnya.

Dendy Sugono melukiskan, kebutuhan insan Indonesia cerdas kompetitif itu, untuk lo kal meliputi kecerdasan spiritual, keterampilan, dan bahasa daerah . Untuk kebutuhan nasional meliputi kecerdasan emosional, kecakapan, dan bahasa Indonesia. Sedangkan untuk global dibutuhkan kecerdasan intelektual, keunggulan, dan bahasa asing.

Bahasa SMS

Deputi Bidang Pengembangan Kepemimpinan Pemuda Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga M Budi Setiawan, narasumber pleno yang membahas Pemantapan Kemampuan Berbahasa Generasi Muda dalam Membangun Citra Bangsa mengatakan kalangan generasi muda telah melanggar sumpahnya, sebagaimana yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda, 80 tahun lalu.

"Dalam sumpahnya menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia, namun dalam keseharian generasi muda menggunakan bahasa yang sulit dimengeri, kecuali oleh komunitas tertentu, seperti bahasa gaul, bahasa prokem, atau bahasa tulis melalui pesan singkat (sms) di telepon seluler, yang bisa dikategorikan sebagai bahasa sms," katanya.

Menurut Budi, munculnya bahasa gaul, bahasa prokem atau bahasa sms, tak perlu dikhawatirkan, karena hanya digunakan untuk komunikasi pada komunitas tertentu. Suatu saat akan hilang. Namun demikian, tanggung jawab kita bagaimana memantapkan dan memaksimalkan peran bahasa Indonesia dalam sistem pendidikan di Indonesia, untuk menghasilkan lulusan yang unggul dan berdaya saing tinggi dan mandiri. (kompas.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RUANG NGERUMPI